SOCIAL JUDGMENT THEORY


Oleh : ARDI ROHMANTO
 
Teori penilaian sosial atau Social Cognitive Theory merupakan teori ilmiah yang dikemukakan pertama kali oleh Muzafer Sherif dan Carl Hovland pada tahun 1961. Secara epistemologis, terdapat satu interpretasi umum atas teori ini yakni dalam hal orang selalu menilai pesan-pesan yang mereka terima. Sedangkan secara ontologis, teori ini bersifat deterministik, di mana perilaku seseorang bisa diprediksi. Sedangkan secara aksiologis teori ini bersifat netral nilai, artinya proposisi-proposisinya bersifat objektif, tidak bias.
Teori ini berfokus pada proses internal dari seorang individu dalam menilai pesan yang dikomunikasikan.. Teori penilaian sosial berusaha untuk menentukan kondisi di mana perubahan ini berlangsung dan memprediksi arah serta seberapa besar perubahan sikap, mengingat perubahan sikap dasar adalah tujuan komunikasi persuasif. Para peneliti berusaha untuk mengembangkan teori berikut ini: kemungkinan seseorang untuk mengganti posisinya, kemungkinan perubahan sikap, toleransi dari orang lain, dan tingkat komitmen pribadi. (Sheriff, Sheriff, & Nebergall, 1965). Dalam teori penilaian sosial dinyatakan juga bahwa perubahan sikap terhadap keinginan dapat didasarkan pada tingkat keterlibatan penerima pesan, struktur rangsangan (yakni berapa banyak kemungkinkan alternatif), dan nilai (kredibilitas) dari sumber pesan..
Perkembangan Social judgment theory
Social judgment theory muncul dari ilmu psikologi sosial dan berdasarkan dari hasil penelitian. Penelitian ini mencoba mempelajari penilaian mental secara fisik atau benda, disebut juga sebagai penelitian psikopsikal. Subjek diminta untuk membandingkan beberapa aspek dari sebuah objek, seperti berat atau warna, dan obyek lain yang berbeda-beda. Para peneliti menemukan bahwa ketika standar digunakan sebagai perbandingan, para peserta kategori obyek bersikap relatif terhadap aspek standar. Misalnya, jika objek yang sangat berat yang digunakan sebagai standar dalam menilai berat, maka objek lainnya akan dinilai relatif lebih ringan daripada jika objek yang sangat ringan digunakan sebagai standar. Penelitian terhadap objek ini diterapkan untuk penelitian psikososial, dimana batas masalah-masalah sosial salah satu peserta dipelajari termasuk isu-isu sosial seperti agama dan politik (Sheriff & Hovland, 1961; Sheriff et al., 1965).
Proses dan sikap penilaian
Proses dan perbandingan penilaian ditemukan dalam perubahan sikap, walaupun sebab munculnya penilaian sifat pada proses perubahan sikap yang sulit ditentukan (Kiesler, Collins, & Miller, 1969). Penilaian terjadi bila orang membandingkan sekurang-kurangnya dua stimuli dan membuat pilihan tentang mereka. Berkenaan dengan stimuli sosial secara khusus, proses pertimbangan menggabungkan kedua pengalaman masa lalu dan keadaan sekarang (Sheriff, 1963). Peneliti harus mengambil keputusan dari perilaku sikap baik yang dapat diatur atau terjadi secara alami-stimuli. Perilaku diri yang mendasar umumnya sangat kompleks, sehingga sulit untuk dapat berubah. (Nebergall, 1966; Sheriff & Hovland, 1961; Sheriff et al., 1965)
Salah satu cara untuk mengamati sikap yakni melalui Kuisioner Kategori Pribadi. Metode ini memerlukan penelitian peserta dengan kategori setuju, tidak setuju, netral, dan sebagainya, dimana peneliti mengambil kesimpulan dari sikap pilihan mereka. Dari kategorisasi tersebut, tampak sebuah proses pengadilan, yang dilihat oleh Sheriff dan Hovland (1961) sebagai komponen utama pembentukan sikap. Sebagai suatu proses penilaian, kategorisasi dan sikap formasi adalah produk berulang sebagai contoh pengalaman masa lalu, yang mempengaruhi keputusan terhadap aspek situasi saat ini, yang memunculkan sikap. Pengalaman, pengetahuan, dan ego untuk menentukan pilihan. (Sheriff et al., 1965)




Kesetaraan penolakan, penerimaan, dan ketidakberpihakan
Semua sikap sosial tidak bersifat kumulatif, terutama hal-hal yang ekstrim sikapnya (Sheriff et al., 1965). Ini berarti bahwa orang mungkin tidak setuju dengan keberadaan orang lain yang lebih ekstrim, walaupun mereka berada pada arah yang sama. meskipun dua orang memiliki kemungkinan sikap yang sangat mirip satu sama lain, tetap ada kemungkinan berbeda. Oleh karena itu, sikap seseorang hanya dapat dipahami dalam hal apa dia dapat atau tidak menentukan pilihan (Nebergall, 1966). Dalam tingkat atau kesetaraan menciptakan spektrum kesetaraan penuh dari sikap seorang individu. Sheriff dan Hovland (1961) menetapkan penerimaan kesejajaran "sebagai rentang posisi dalam suatu hal ... individu mempertimbangkan dirinya kembali (termasuk hal yang paling dapat diterimanya)" (hal 129). Pada berlawanan dari kontinum terletak di lintang dari penolakan. Hal ini termasuk yang didefinisikan sebagai "posisi nyaman (termasuk hal yang paling menyenangkan orang tersebut) (Sheriff & Hovland, 1961, hal 129). Kesetaraan dari penolakan ini dianggap penting oleh peneliti dalam menentukan tingkat keterlibatan sehingga seseorang memiliki kecenderungan untuk mengubah sikap. Semakin besar penolakan kesetaraan, semakin banyak orang yang terlibat dalam masalah sehingga lebih sulit untuk meyakinkan. Di tengah pertentangan terletak kesetaraan dari ketidakberpihakkan, suatu pandang dimana tidak ada satu pun merasa berbeda.
Persamaan dan perbedaan
Ketika pandangan yang berbeda dinyatakan dalam pesan komunikasi, bila disampaikan pada orang kesetaraan penerimaan, pesan tersebut akan lebih mungkin untuk diasimilasikan atau dipandangan sendiri. Bila pesan dianggap berbeda dari oleh orang lain maka terdapat penolakan, kepercayaan tidaklah mungkin karena adanya efek kontras. Efek yang kontras dengan apa yang terjadi bila pesan yang dilihat sebagai jauh dari yang sebenarnya. Pesan yang jatuh di rentang dari ketidakberpihakkan Namun, adalah salah satu yang paling mungkin untuk mencapai perubahan sikap yang diinginkan. Oleh karena itu, lebih ekstrim telah berdiri seorang individu, semakin besar seseorang melakukan pertentangan sehingga seseorang adalah untuk meyakinkan.
Keterlibatan - ego
Ada pendapat ahli bahwa semakin kuat seseorang melakukan penolakan akan menciptakan keterlibatan-ego tinggi. Menurut Sheriff 1961 dan Hovland kerja, tingkat keterlibatan-ego tergantung pada apakah masalah "perkembangan sikap yang kuat, atau sebaliknya, apakah individu dapat memperhatikan masalah dengan beberapa detasemen terutama sebagai sebuah 'faktual' masalah" (hal. 191). Agama, politik, dan keluarga adalah contoh dari hal-hal yang biasanya hasilnya sangat terlibat dalam sikap mereka berkontribusi ke salah satu dari identitas diri (Sheriff et al., 1965).
Konsep keterlibatan adalah pokok dari social judgment theory. Sheriff et al. (1965) berpendapat bahwa orang-orang yang sangat terlibat dalam masalah lebih mungkin untuk mengevaluasi semua kemungkinan posisi, sehingga mengakibatkan yang sangat terbatasnya atau tidak terdapat suatu rentang dari ketidakberpihakkan. Keterlibatan dalam tingkat tinggi juga berarti bahwa akan ada orang yang lebih dibatasi oleh penerimaan. Karena posisi tidak dapat berkurang bila orang sangat terlibat, pesan akan jatuh ke dalam dari penolakan, yang di bawah ini adalah kondisi yang lebih luas. Menurut teori penilaian social ini, pesan yang ditolak tidak mungkin berhasil meyakinkan. (Sheriff & Hovland, 1961; Sheriff et al., 1965).


0 komentar:

Posting Komentar

MOTIVASI ( DORONGAN )



 Oleh : ARDI ROHMANTO
A.                 DEFENISI MOTIVASI
            Motifasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
            Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior). McDonald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).
Soemanto (1987) secara umum.
           Mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada diri sesorang yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi, sehingga mendorong individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan yang harus terpuaskan.
motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

B.                 A. Faktor Internal; faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas:
1. Persepsi individu mengenai diri sendiri; seseorang termotivasi atau tidak untuk            melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak;
2.      Harga diri dan prestasi; faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi;
3.      Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.
4.      Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya.
5.      Kepuasan kerja; lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.
B. Faktor Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas:
1. Jenis dan sifat pekerjaan; dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan                  tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud;
2. Kelompok kerja dimana individu bergabung; kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial.
3. Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya;
4. Sistem imbalan yang diterima; imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.

1.      C. Teori Motivasi isia.
Teori Tata Tingkat-KebutuhanMaslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan terpenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima pokok kebutuhan, yaitu :
1.    Kebutuhan fisiologikal (faali)
2.    Kebutuhan rasa aman
3.    Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih.
4.  Kebutuhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis:

a.  mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan kompetensi;
b.  mencakup faktor-faktor eksternal kebutuyhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status
5.  Kebutuhan aktualisasi-diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki.
a. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG sebagai singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs, dikembangkan oleh Alderfer, dan merupakan satu modifikasi dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok:
1. Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil.

2. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita.
3. Kebutuhan  pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuhTeori ERG menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan eksistensi, hubungan dan pertumbuhan terletak pada satu kesinambungan kekonkretan, dengan kebutuhan eksistensi sebagai kebutuhan yang paling konkret dan kebutuhan pertumbuhan sebagai kebutuhan yang paling kurang konkret (abstrak).
B. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor dinamakan teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg. Menggunakan metode insiden kritikal, ia mengumpulkan data dari 203 akuntan dan sarjana teknik. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu:
1.    Tanggung jawab (responsibility)
2.    Kemajuan (advancement)
3.    Pekerjaan itu sendiri
4.    Capaian (achievement)
5.    Pengakuan (recognition)
Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan,  meliputi faktor-faktor:

1.    Administrasi
2.    Penyeliaan
3.    Gaji
4.    Hubungan antarpribadi5.    Kondisi kerja
C.    Teori Motivasi Berprestasi (Achievement motivation)
Teori motivasi berpretasi dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland , karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/ berhubungan (need for affiliation). Penelitian paling banyak dilakukan terhadap kebutuhan untuk berprestasi.
v    Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement)
o    Kebutuhan untuk berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk            mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
v    Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation). Kebutuhan yang ketiga ialah kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation=nAff. Kebutuhan ini yang paling sedikit mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti.
2. Teori Motivasi Proses
a. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori pengukuhan berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok lainnya berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
b. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/ intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan yang cukup sulit (baca teori McClelland, hlm 25), khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada dasar intuitif yang solid. Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
c.  Teori Harapan (Expectancy)Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:      
1.Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence =V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang.
3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes=O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4. Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan - pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
d. Teori Keadilan (Equity Theory)Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dnegan memberi batasan tentang apa yang dianggap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan kita ini, dan dengan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
1.orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan
2.jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang                               memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilangkannya
3. makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu
4. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan (misalnya, menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji terlalu besar)

1 komentar:

Posting Komentar

PSIKOLOGI SOSIAL

Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok. Para ahli dalam bidang interdisipliner ini pada umumnya adalah para ahli psikologi atau sosiologi, walaupun semua ahli psikologi sosial menggunakan baik individu maupun kelompok sebagai unit analisis mereka.
Psikologi sosial sempat dianggap tidak memiliki peranan penting, tapi kini hal itu mulai berubah. Dalam psikologi modern, psikologi sosial mendapat posisi yang penting. psikologi sosial telah memberikan pencerahan bagaimana pikiran manusia berfungsi dan memperkaya jiwa dari masyarakat kita. Melalui berbagai penelitian laboratorium dan lapangan yang dilakukan secara sistematis, para psikolog sosial telah menunjukkan bahwa untuk dapat memahami perilaku manusia, kita harus mengenali bagaimana peranan situasi, permasalahan, dan budaya.
Walaupun terdapat banyak kesamaan, para ahli riset dalam bidang psikologi dan sosiologi cenderung memiliki perbedaan dalam hal tujuan, pendekatan, metode dan terminologi mereka. Mereka juga lebih menyukai jurnal akademik dan masyarakat profesional yang berbeda. Periode kolaborasi yang paling utama antara para ahli sosiologi dan psikologi berlangsung pada tahun-tahun tak lama setelah Perang Dunia II. Walaupun ada peningkatan dalam hal isolasi dan spesialisasi dalam beberapa tahun terakhir, hingga tingkat tertentu masih terdapat tumpang tindih dan pengaruh di antara kedua disiplin ilmu tersebut.

1 komentar:

Posting Komentar